Guru Besar UIN Datokarama Tekankan Moderasi Beragama sebagai Karakter Tenaga Kependidikan

Published by [email protected] on

PALU (FUAD UINDK) — Guru Besar Filsafat Islam UIN Datokarama Palu, Prof. Zainal Abidin, menegaskan bahwa moderasi beragama harus menjadi karakter dasar seluruh tenaga kependidikan di lingkungan kampus. Penegasan itu ia sampaikan saat tampil sebagai pemateri pada kegiatan Pembinaan Tenaga Kependidikan Administrasi Umum, Perencanaan, dan Keuangan (AUPK) UIN Datokarama Palu yang digelar di Swiss-Belhotel Palu, Sabtu (22/11/2025).

Dalam paparannya, Prof. Zainal meluruskan kesalahpahaman yang sering muncul di masyarakat terkait istilah moderasi beragama. Menurutnya, masih banyak yang keliru dengan menyamakan moderasi beragama dengan moderasi agama.

“Moderasi beragama berfokus pada cara individu dan kelompok menjalankan agama dengan seimbang, proporsional, dan tidak berlebih-lebihan. Sementara moderasi agama secara keliru menggambarkan seolah-olah ajaran agama itu sendiri yang harus diubah atau disesuaikan. Padahal, moderasi beragama menyangkut sikap penganutnya, bukan isi ajaran agamanya,” tegasnya.

Ia menambahkan bahwa seluruh agama, termasuk Islam, pada dasarnya sudah mengajarkan prinsip moderasi, keadilan, dan keseimbangan. Karena itu, yang perlu diperkuat adalah perilaku umat ketika menerapkan ajaran tersebut dalam kehidupan social, mencar persamaan yang bias menjadi perekat, bukan malah mencari perbedaan untuk memecah belah.

Menurut Prof. Zainal, moderasi beragama berada pada wilayah praktik keberagamaan, bukan pada wilayah doktrin. Konsep ini bertujuan menciptakan kerukunan dan harmoni sosial tanpa mengorbankan keyakinan maupun kemurnian ajaran agama.

Landasan moderasi beragama juga kuat, baik secara teologis maupun historis. Secara teologis, Al-Qur’an melalui QS. Al-Baqarah ayat 143 mengajarkan konsep ummatan wasathan—umat yang moderat. Secara historis, Piagam Madinah menjadi bukti bahwa masyarakat multikultur dapat hidup berdampingan secara toleran dan berkeadilan.

Di lingkungan kampus, kata Zainal, penguatan moderasi beragama harus dimulai dari tenaga kependidikan sebagai garda terdepan pelayanan dan penghubung antara lembaga dan publik.

“Tenaga kependidikan harus mampu memberi arahan agar umat tidak terjebak pada fanatisme, polarisasi pemikiran, maupun sikap eksklusif yang memicu perpecahan,” jelasnya. Ia juga menekankan pentingnya sikap teladan, etika komunikasi, dan kemampuan merespons dinamika sosial secara bijak.

Sebagai rujukan keteladanan, Zainal mengangkat empat imam mazhab besar—Imam Syafi’i, Imam Malik, Imam Abu Hanifah, dan Imam Ahmad bin Hanbal—yang meski berbeda pandangan, tetap saling menghormati dan tidak mengklaim kebenaran tunggal.

“Moderasi beragama berarti menghidupkan kembali karakter umat Islam sebagai ummatan wasathan. Inilah nilai yang harus kita bawa dalam kehidupan beragama, bernegara, dan terutama dalam lingkungan akademik,” tutupnya.

(HUMAS FUAD)


0 Comments

Leave a Reply

Avatar placeholder

Your email address will not be published. Required fields are marked *