Menag Paparkan Makna Semboyan “Ikhlas Beramal” bagi ASN Kemenag

Semarang (Kemenag) – Menteri Agama Nasaruddin Umar, memaparkan makna mendalam dari prinsip Ikhlas Beramal bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) Kementerian Agama dalam Tausiyah Kebangsaan yang digelar di Kanwil Kemenag Provinsi Jawa Tengah.

Menag menyebut agama sebagai sahabat yang menghadirkan keindahan batin dalam setiap pengabdian. Menurutnya, bekerja di Kementerian Agama bukan sekadar menjalankan tugas administratif, melainkan bentuk pengabdian yang berasal dari kedalaman spiritual.

“Agama itu indah. Bagi ASN Kemenag, agama harus menjadi sumber kenikmatan dalam pengabdian, bukan beban. Dari situlah lahir keikhlasan,” ujar Menag, Senin (08/12/2025).

Acara Tausiyah Kebangsaan ini digelar bersamaan dengan peresmian Gedung Kantor Kanwil Kemenag Jawa Tengah, dihadiri oleh Jajaran Rektor PTKN di Provinsi Jawa Tengah, serta ASN dari Kanwil dan Kankemenag di Provinsi Jateng.

Menag menjelaskan bahwa semboyan Ikhlas Beramal memiliki makna teologis dan etis. Menag kemudian menguraikan tingkatan-tingkatan nilai keikhlasan, kesabaran, dan kesyukuran sebagaimana dijelaskan dalam literatur tasawuf dan Al-Qur’an.

“Ikhlas itu ada kelas-kelasnya. Ada yang berbuat baik sambil masih menghitung amalnya, ada yang berbuat baik sampai lupa bahwa itu amal baik. Itu yang tertinggi, dan di situlah seorang ASN Kemenag seharusnya berada,” ucapnya.

Ia juga menyinggung makna sabar yang tidak hanya pasrah, tetapi tetap berbuat baik dalam keadaan apa pun. “Sabar yang paling tinggi itu ketika seseorang tetap berbuat baik meski diperlakukan tidak adil”, tuturnya.

Sementara syukur, lanjut Menag, tidak hanya sebatas memuji Allah dengan lisan, tetapi berbagi nikmat dengan sesama. “Derajat syukur tertinggi adalah menerima segala ketetapan Allah dengan optimis, bahkan ketika itu musibah”, lanjutnya.

Menag juga menjelaskan dalam kata “Beramal”, mengandung kata “‘Amal”, yang berarti melakukan sesuatu. Menag menegaskan bahwa Al-Qur’an menggunakan istilah ‘amil untuk menggambarkan orang yang berbuat baik, bukan fa’al. Hal ini, katanya, menunjukkan standar etika kerja yang tinggi dalam ajaran Islam.

“‘Amil itu pekerja profesional yang merencanakan, mengukur, dan mempertanggungjawabkan setiap amalnya. Berbeda dengan fa’al, yang sekadar melakukan tanpa arah dan tanpa tanggung jawab. ASN Kemenag harus menjadi ‘amil, bukan sekadar pelaku serampangan,” tegas Menag.

Dalam kesempatan itu, Menag kembali menekankan pentingnya integritas aparatur Kemenag. Ia mengingatkan bahwa masyarakat selalu menempatkan pegawai Kemenag pada standar moral lebih tinggi.

Menag Nasaruddin Umar Meresmikan Gedung Kanwil Kemenag Jateng

“ASN Kemenag itu dilihat orang seperti malaikat, padahal kita manusia biasa. Karena itu jangan sekali-sekali mengambil yang bukan haknya. Kita tidak mencari yang paling banyak, tetapi yang paling berkah,” pesannya.

Ia juga memaknai kantor sebagai ruang pembentukan karakter, bukan sekadar tempat bekerja. “Kantor itu tempat melahirkan karya dan menetaskan amal. Jangan jadikan kantor seperti pasar; jadikan ia ruang pelayanan yang menghadirkan keberkahan,” ujar Menag.

Sumber: Menag RI

Guru Besar UIN Datokarama Tekankan Moderasi Beragama sebagai Karakter Tenaga Kependidikan

PALU (FUAD UINDK) — Guru Besar Filsafat Islam UIN Datokarama Palu, Prof. Zainal Abidin, menegaskan bahwa moderasi beragama harus menjadi karakter dasar seluruh tenaga kependidikan di lingkungan kampus. Penegasan itu ia sampaikan saat tampil sebagai pemateri pada kegiatan Pembinaan Tenaga Kependidikan Administrasi Umum, Perencanaan, dan Keuangan (AUPK) UIN Datokarama Palu yang digelar di Swiss-Belhotel Palu, Sabtu (22/11/2025).

Dalam paparannya, Prof. Zainal meluruskan kesalahpahaman yang sering muncul di masyarakat terkait istilah moderasi beragama. Menurutnya, masih banyak yang keliru dengan menyamakan moderasi beragama dengan moderasi agama.

“Moderasi beragama berfokus pada cara individu dan kelompok menjalankan agama dengan seimbang, proporsional, dan tidak berlebih-lebihan. Sementara moderasi agama secara keliru menggambarkan seolah-olah ajaran agama itu sendiri yang harus diubah atau disesuaikan. Padahal, moderasi beragama menyangkut sikap penganutnya, bukan isi ajaran agamanya,” tegasnya.

Ia menambahkan bahwa seluruh agama, termasuk Islam, pada dasarnya sudah mengajarkan prinsip moderasi, keadilan, dan keseimbangan. Karena itu, yang perlu diperkuat adalah perilaku umat ketika menerapkan ajaran tersebut dalam kehidupan social, mencar persamaan yang bias menjadi perekat, bukan malah mencari perbedaan untuk memecah belah.

Menurut Prof. Zainal, moderasi beragama berada pada wilayah praktik keberagamaan, bukan pada wilayah doktrin. Konsep ini bertujuan menciptakan kerukunan dan harmoni sosial tanpa mengorbankan keyakinan maupun kemurnian ajaran agama.

Landasan moderasi beragama juga kuat, baik secara teologis maupun historis. Secara teologis, Al-Qur’an melalui QS. Al-Baqarah ayat 143 mengajarkan konsep ummatan wasathan—umat yang moderat. Secara historis, Piagam Madinah menjadi bukti bahwa masyarakat multikultur dapat hidup berdampingan secara toleran dan berkeadilan.

Di lingkungan kampus, kata Zainal, penguatan moderasi beragama harus dimulai dari tenaga kependidikan sebagai garda terdepan pelayanan dan penghubung antara lembaga dan publik.

“Tenaga kependidikan harus mampu memberi arahan agar umat tidak terjebak pada fanatisme, polarisasi pemikiran, maupun sikap eksklusif yang memicu perpecahan,” jelasnya. Ia juga menekankan pentingnya sikap teladan, etika komunikasi, dan kemampuan merespons dinamika sosial secara bijak.

Sebagai rujukan keteladanan, Zainal mengangkat empat imam mazhab besar—Imam Syafi’i, Imam Malik, Imam Abu Hanifah, dan Imam Ahmad bin Hanbal—yang meski berbeda pandangan, tetap saling menghormati dan tidak mengklaim kebenaran tunggal.

“Moderasi beragama berarti menghidupkan kembali karakter umat Islam sebagai ummatan wasathan. Inilah nilai yang harus kita bawa dalam kehidupan beragama, bernegara, dan terutama dalam lingkungan akademik,” tutupnya.

(HUMAS FUAD)

Prof. Zainal Beri Pencerahan Penting Mengenai Tantangan Pendidikan Tinggi di Abad ke-21

Prof Zainal menjadi pembicara dalam Kuliah Tamu di Universitas Tadulako
Foto: Kabar Inspirasi.com

PALU (FUAD UINDK) – Fakultas Ushuluddin dan Adab (FUAD) UIN Datokarama Palu kembali menunjukkan kontribusi strategisnya dalam percaturan akademik regional melalui kiprah salah satu dosen terbaiknya, Prof. Zainal Abidin, Guru Besar Filsafat Islam pada Program Studi Akidah dan Filsafat Islam (AFI). Ia tampil sebagai narasumber utama pada Kuliah Tamu yang digelar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Tadulako (Untad), Kamis, 20 November 2025.

Dalam kesempatan tersebut, sosok akademisi yang juga menjabat sebagai Rais Syuriyah PBNU, Ketua FKUB Sulawesi Tengah, dan Ketua MUI Kota Palu ini memaparkan dinamika besar dunia pendidikan tinggi di tengah derasnya arus perubahan global. Prof. Zainal membuka sesi dengan menegaskan bahwa seluruh sektor kini hidup dalam pusaran Era VUCA—volatility, uncertainty, complexity, dan ambiguity—yang menuntut adaptasi cepat dari dunia kampus.

“Dunia berubah begitu cepat, teknologi bergerak agresif, dan kebutuhan kompetensi manusia ikut berubah setiap saat,” tegasnya.

Menurutnya, perguruan tinggi tidak lagi cukup menghasilkan lulusan “pintar” secara tradisional. Kampus kini harus memastikan mahasiswanya menjadi pribadi yang kreatif, adaptif, kolaboratif, komunikatif, serta memiliki karakter kuat untuk menjawab tuntutan zaman.

Ia menyoroti empat kompetensi inti 21st Century Skills atau 4C—Critical Thinking, Creativity, Collaboration, dan Communication—yang wajib dikuasai oleh lulusan perguruan tinggi. Di samping itu, tiga literasi penting juga harus diperkuat: literasi digital, literasi finansial, dan literasi budaya.

“Ini semua harus ditopang karakter seperti integritas, kerja keras, tanggung jawab, dan growth mindset,” ujar Prof. Zainal.

Dalam paparannya, Prof. Zainal menekankan peran strategis dosen muda sebagai motor perubahan kampus. Ia menyarankan penguatan kapasitas melalui mentoring, coaching, workshop pembelajaran abad ke-21, hingga pengembangan riset berdampak dan pemanfaatan teknologi digital seperti kecerdasan buatan.

“Dosen muda harus tampil sebagai figur inspiratif dengan integritas akademik tinggi,” katanya.

Sementara bagi mahasiswa, ia mendorong penerapan pembelajaran berbasis proyek dan riset untuk membentuk pribadi yang mandiri (self-directed learner), kolaboratif, dan inovatif. Mahasiswa juga perlu memperkuat soft skills dan literasi digital yang beretika agar mampu menciptakan solusi nyata bagi masyarakat.

Kehadiran Prof. Zainal sebagai narasumber lintas kampus ini menegaskan posisi FUAD UIN Datokarama Palu sebagai fakultas yang aktif mendorong diskursus akademik di Sulawesi Tengah. Sebagai dosen tetap Prodi Akidah dan Filsafat Islam, kiprahnya mencerminkan kapasitas keilmuan FUAD yang tidak hanya kuat dalam teori, tetapi juga berperan dalam penyusunan arah pendidikan tinggi di era digital.

“Perguruan tinggi bertanggung jawab menyiapkan generasi yang cerdas, berkarakter, dan membawa perubahan,” tutupnya.

Melalui kontribusi ini, FUAD UIN Datokarama Palu terus mengokohkan perannya sebagai pusat pemikiran Islam dan penguatan intelektual yang relevan dengan kebutuhan zaman.

(HUMAS FUAD)

Literafest 2025 HMJ IPII: Merangkai Kata, Merajut Makna, Menginspirasi Generasi ‎ ‎

Palu (UIN-DK) – Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Ilmu Perpustakaan dan Informasi Islam (IPII) Fakultas Ushuluddin dan Adab (FUAD)  UIN Datokarama Palu sukses menggelar Literafest 2025 yang dirangkaikan dengan Milad ke-9 Jurusan IPII. Kegiatan berlangsung selama dua hari, 26–27 September 2025, dengan mengusung tema “Merangkai Kata, Merajut Makna, Menginspirasi Generasi dengan Literasi.”

Ketua Jurusan IPII, Jusmiati, dalam sambutannya pada malam puncak menyampaikan apresiasi kepada seluruh pihak yang telah mendukung terselenggaranya acara.

“Saya melihat langsung bagaimana mahasiswa begitu kreatif dalam menghadirkan gagasan, mengemas lomba-lomba, hingga menampilkan pertunjukan seni yang sarat nilai literasi. Tema yang diangkat benar-benar terwakili dalam setiap rangkaian acara,” ujarnya.

Jusmiati menambahkan, Literafest merupakan ruang bagi mahasiswa untuk memaknai literasi lebih luas.

“Literasi bukan hanya membaca dan menulis, melainkan juga proses memaknai, menginspirasi, dan melahirkan karya yang bermanfaat. Saya berharap Literafest menjadi tradisi akademik yang melahirkan inovasi dan inspirasi baru di tahun-tahun berikutnya,” tuturnya.

Sementara Sekretaris Jurusan IPII, Iramadana Solihin, yang juga memberi sambutan  menyampaikan harapannya atas  terselenggaranya acara ini.

“Sembilan tahun bukanlah waktu yang singkat. Jurusan kita telah tumbuh, berkembang, dan terus berinovasi menjadi ruang intelektual yang melahirkan pustakawan, pengelola informasi, peneliti, hingga penggerak literasi di Sulawesi Tengah,” ungkapnya.

‎Ia menambahkan, Literafest 2025 bukan sekadar festival, melainkan perayaan ide, ruang temu kreativitas dan pemikiran kritis, serta panggung untuk menginspirasi generasi muda bahwa literasi adalah hak dan kebutuhan setiap insan.

Rangkaian Kegiatan

‎Pada 26 September 2025, Literafest 2025 resmi dibuka oleh Wakil Dekan III FUAD. Pembukaan dimeriahkan dengan berbagai lomba yang diikuti mahasiswa, siswi SMA se-Kota Palu, dosen IPII, alumni, serta ketua lembaga se-UIN Datokarama Palu. Cabang lomba yang digelar meliputi lomba story telling, desain logo, baca-cipta puisi, cerpen, dan video kreatif.

‎Keesokan harinya, 27 September 2025, menjadi malam puncak perayaan Milad ke-9 HMJ IPII. Acara ini dihadiri Ketua Jurusan, dosen IPII, ketua ormawa se-UIN Datokarama, peserta lomba, alumni, serta para senior HMJ IPII. Malam puncak diwarnai berbagai penampilan seni, di antaranya tari kreasi, musikalisasi puisi, puisi monolog, serta pengumuman dan pemberian penghargaan kepada para pemenang lomba.

‎Ketua HMJ IPII, Nur Aulia Rahmadani, mengungkapkan bahwa Literafest 2025 menjadi ajang yang mempererat kebersamaan mahasiswa, alumni, dan sivitas akademika jurusan.

“Kami berharap melalui Literafest ini semangat literasi semakin tumbuh dan memberi dampak positif bagi generasi muda,” ujarnya.

(Humas FUAD)